Jumat, 16 Desember 2011

BPH Migas Harus Jamin Ketersediaan BBM di Seluruh Indonesia


Anggota Komisi VII DPR Mardani mengkritisi peran dan fungsi BPH Migas. pasalnya, sampai saat ini, BPH Migas belum menjamin secara maksimal ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM keseluruh NKRI.

"Selama ini pemerintah tidak mampu dalam menjamin ketersediaan BBM di seluruh Indonesia sehingga sering terjadi kelangkaan BBM yang mengakibatkan antrian masyarakat dan terhambatnya mobilitas perekonomian, khusunya di daerah luar Jawa,"jelasnya kepada Parle baru-baru ini seusai fit and proper test ketua dan anggota BPH Migas periode 2011-2015, di Gedung DPR RI

Dalam isu tersebut, fungsi regulator body yang membuat aturan main dan supervisor body yang mengawasi dirasakan kurang dapat menjamin terlaksananya fungsi penyediaan BBM ke seluruh pelosok NKRI. "Seharusnya BPH Migas jangan pasif tapi aktif dalam membuat terobosan, termasuk diantaranya mengusulkan agar energi mix atau kebijakan tidak melulu tergantung pada BBM tapi mengandalkan Gas bumi,"Tambah Mardani yang juga Ketua DPP PKS Bidang Humas.

Disampaikan juga, bahwa saat ini masih terdapat kesenjangan antara kemampuan kepemilikan tujuh unit kilang pengolahan minyak yg cuma menghasilkan 720 mbsd, sedangkan kebutuhan nasional 1069 mbsd. "Jadi ada sekitar hampir 400-an mbsd yg harus diimpor dan pada saat yang sama pola transportasi yg digunakan mayoritas menggunakan kapal tanker pada hal mestinya pipa jaringan distribusi sudah harus dilakukan." Imbuh Mardani.

Dengan sistem transportasi menggunakan tanker ini kemungkinan hambatan terhadap kepastian kesediaan BBM diseluruh pelosok dapat bermasalah karena ombak laut 3 meter saja tanker tidak dapat merapat kepelabuhan, sehingga timbul ketidakpastian. Padahal mayoritas wilayah kita negara kepulauan.

Isu lain adalah mengenai keberanian anggota BPH Migas untuk segera mencabut subsidi yg tidak tepat sasaran karena subsidi yg ada sekarang ini justru diberikan kepada bahan bakar konvensional bukan diberikan kpd gas.  Mardani menambahkan, "Jika pemerintah mampu mengkonversi bbm konvensional bensin dan solar menggunakan elpiji maka tidak kurang dari 33 trilyun dapat dihemat oleh pemerintah. Itu jauh lebih murah, bersih, dan sehat ketimbang kita tetap mensubsidi bahan bakar konvensional.

Mardani menyayangkan, ketiga isu diatas yang merupakan persoalan mendasar BPH Migas ternyata belum mampu ditangkap secara baik oleh peserta fit and proper test. "Saya belum melihat peserta mampu melihat persoalan mendasar tersebut sebagai isu kritis yang harus segera diselesaikan di BPH Migas". Jelas politisi PKS ini.

Seperti kita ketahui. dalam fit and proper test pemilihan ketua dan anggota BPH Migas yang berlangsung sejak 5 Desember 2011 hingga 8 Desember 2011 di DPR RI. "Komisi VII DPR RI akan memlih 9 dari 18 calon Ketua dan Anggota BPH Migas masa jabatan 2011-2015. Sejak senin dan selasa telah di fit and proper test sebanyak sebelas calon  dan akan dilanjutkan pada rabu ini." Demikian Mardani yang berasal dari Dapil VII Jabar (Kab Bekasi, Karawang dan Purwakarta).(si)



Kamis, 15 Desember 2011

PKS Menolak Revisi UU No 13 Tahun 2003 yang Tidak Pro Buruh


Jakarta (15/12) – “Fraksi PKS dengan sangat tegas menolak RUU tentang Perubahan atas UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai RUU Prioritas Tahun 2012, karena muatan Undang-Undang Ketenagakerjaan ini sudah cukup melindungi kepentingan buruh dan dunia usaha. Fraksi PKS memandang justru kekurangannya adalah pada law enforcement dan daya eksekusinya yang harus dioptimalkan oleh Pemerintah.” Demikian disampaikan oleh Mardani, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam Rapat Pleno Baleg bersama Menteri Hukum dan HAM RI, Kamis 15 Desember 2011.

Sebagaimana diketahui, hari ini Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno untuk mengambil keputusan mengenai Penetapan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2012. Namun, dalam pembahasan ini PKS menolak usulan RUU tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“PKS menolak karena beberapa alasan, diantaranya karena Pemerintah belum menyiapkan draft RUU dan Naskah Akademis (NA) nya, sehingga kami belum mengetahui konsepnya. Kami khawatir terdapat hal yang tidak pro dengan kepentingan buruh, bahkan justru memperburuk kondisi nasib buruh.” Demikian alasan yang disampaikan oleh Mardani, Juru Bicara Fraksi PKS.

Lebih lanjut Mardani menjelaskan, “Dari paparannya, kami menangkap Pemerintah masih memiliki pandangan yang keliru mengenai upah buruh yang lebih menekankan pada pendekatan di tingkat provinsi daripada pendekatan di tingkat kota/kabupaten, serta menghapus pengupahan berbasis sektoral.”

Persoalan lain yang mengemuka adalah mengenai outsourcing dalam rekrutmen tenaga kerja. “Pemerintah tidak mengajukan solusi komprehensif, misalnya dengan memasukkan point buruh outsourcing sebagai karyawan tetap. Hal ini sulit dilaksanakan karena ketidakjelasan perusahaan outsourcing. Seharusnya pemerintah mengusulkan agar buruh outsourcing menjadi karyawan tetap pada perusahaan tempat buruh outsourcing bekerja.” Jelas Mardani, yang juga Ketua Poksi Baleg FPKS DPR RI.

“Disamping itu, belum ada sosialisasi yang melibatkan buruh secara menyeluruh mengenai rencana revisi RUU ini, dibuktikan dengan banyaknya penolakan oleh serikat buruh.” Tambah Mardani, yang juga Ketua DPP PKS Bidang Humas.

Rabu, 14 Desember 2011

Atasi Subsidi BBM, Pemerintah harus Serius Kembangkan Energi “Baru”


Jakarta (14/12) – Pemerintah harus lebih serius untuk mengembangkan energi "baru" sebagai alternatif pengganti energi “tua” dengan melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan pemerintah yang meliputi Undang undang dan lembaga yang terkaitnya dengannya seperti BPH Migas. Demikian rilis yang disampaikan Mardani, Anggota Komisi VII DPR RI, dalam rangka menindaklanjuti pasca terpilihnya ketua dan anggota BPH Migas.

Pemerintah saat ini masih sangat fokus pada penggunaan energi “tua” seperti bensin dan solar. Mardani menilai, Kebijakan pemerintah masih terlihat setengah hati untuk menggunakan alternatif bahan bakar yang berasal dari energi “baru” sebagai pengembangan energi di masa depan. Meskipun sudah ada pencanangan, namun masih sebatas retorika karena belum adaaction plan yang jelas.

“Kenapa pemerintah masih juga mempertahankan kebijakan subsidi BBM yang demikian besar ini? Beberapa tahun yang lalu pernah diterapkan BBG untuk taxi dan bus, tapi sekarang terlihat tidak ada sikap yang jelas bagaimana pengembangan selanjutnya.” Demikian anggota Fraksi PKS ini mempertanyakan.

Padahal Indonesia sangat kaya dengan sumber-sumber energi selain minyak bumi. Mardani mencatat beberapa sumber energi “baru” yang berpotensi untuk dikembangkan seperti: energi panas bumi, LPG, mikro hidro, energi angin termasuk energi nuklir dan energi nabati.

Mardani menambahkan, “Penggunaan bensin dan solar telah terbukti mahal, polutif, dan adanya keterbatasan cadangan minyak yang sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga, yang akibatnya memberatkan APBN.” Menurut proyeksi pengamat, harga minyak dalam 15 tahun ke depan bisa mencapai US$ 200 per barrel,, sementara harga energi baru rata-rata hanya US$ 45 per barrel. Kalau penggunaan energi baru bisa dipercepat, Indonesia bisa melakukan penghematan APBN yang luar biasa besar.

Beberapa cost energi baru sekarang memang relatif mahal karena harus dengan kapasitas ekonomis yang cukup besar, namun jumlah daya (watt) yang dihasilkan akan lebih banyak sehingga secara keseluruhan relatif biaya per unitnya lebih murah.

“Pemerintah bisa mulai dengan mewajibkan PLN menggunakan gas dalam skala yang lebih besar agar dapat menimbulkanmultiflier effect pada pengembangan penggunaan bahan bakar gas (BBG). Tentu pemerintah harus mensupport dengan memberikan kemudahan bagi PLN untuk mendapatkan sumber BBG.” Tambah politisi PKS ini. Prioritas lain yang perlu dikembangkan adalah subsidi konverter bagi pemiliki kendaraan bermotor. “Subsidi in hanya membutuhkan sekitar 9T per tahun, bandingkan dengan subsidi BBM saat ini sebesar 42T, sehingga APBN bisa dihemat sebesar 33T.” Jelas Mardani yang juga Ketua DPP PKS Bidang Humas.

Rabu, 07 Desember 2011

Mardani: BPH Migas Jangan Pasif

Senayan - Peran dan fungsi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) harus disesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM ke seluruh Indonesia. Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI Mardani. 

Menurut Mardani, selama ini pemerintah dianggap tidak mampu dalam menjamin ketersediaan BBM di seluruh Indonesia, sehingga sering terjadi kelangkaan BBM yang mengakibatkan antrean masyarakat dan terhambatnya mobilitas perekonomian, khususnya di daerah luar Jawa.

Dalam isu ini, fungsi regulator body yang membuat aturan main dan supervisor body yang mengawasi dirasakan kurang dapat menjamin terlaksananya fungsi penyediaan BBM ke seluruh pelosok Indonesia. "Seharusnya BPH Migas jangan pasif tapi aktif dalam membuat terobosan, termasuk di antaranya mengusulkan agar energi mix atau kebijakan tidak melulu tergantung pada BBM tapi mengandalkan gas bumi," kata Mardani dalam rilisnya, Rabu (7/12). 

Mardani mengatakan hal itu terkait fit and proper test calon ketua dan anggota Komite BPH Migas yang berlangsung sejak 5 Desember 2011 hingga 8 Desember 2011 di Komisi VII DPR RI. 

"Komisi VII DPR RI akan memilih 9 dari 18 calon ketua dan anggota BPH Migas masa jabatan 2011-2015. Sejak Senin dan Selasa telah di-fit and proper test sebanyak 11 calon dan akan dilanjutkan pada Rabu ini," kata anggota DPR Dapil Jawa Barat VII Jabar ini.

Menurut Mardani, saat ini masih terdapat kesenjangan antara kemampuan kepemilikan tujuh unit kilang pengolahan minyak yang cuma menghasilkan 720 mbsd, sedangkan kebutuhan nasional 1.069 mbsd. "Jadi ada sekitar hampir 400-an mbsd yang harus diimpor dan pada saat yang sama pola transportasi yang digunakan mayoritas menggunakan kapal tanker, padahal mestinya pipa jaringan distribusi sudah harus dilakukan," ujar Mardani.

Dengan sistem transportasi menggunakan tanker ini kemungkinan hambatan terhadap kepastian kesediaan BBM di seluruh pelosok dapat bermasalah karena ombak laut 3 meter saja tanker tidak dapat merapat ke pelabuhan, sehingga timbul ketidakpastian. Padahal, mayoritas wilayah kita negara kepulauan.

Isu lain adalah mengenai keberanian anggota BPH Migas untuk segera mencabut subsidi yang tidak tepat sasaran karena subsidi yang ada sekarang ini justru diberikan kepada bahan bakar konvensional, bukan diberikan kepada gas. 

Menurut Mardani, jika pemerintah mampu mengonversi BBM konvensional bensin dan solar menggunakan elpiji, maka tidak kurang dari Rp 33 triliun dapat dihemat oleh pemerintah. "Itu jauh lebih murah, bersih, dan sehat ketimbang kita tetap menyubsidi bahan bakar konvensional."

Mardani menyayangkan ketiga isu di atas yang merupakan persoalan mendasar BPH Migas ternyata belum mampu ditangkap secara baik oleh peserta fit and proper test. "Saya belum melihat peserta mampu melihat persoalan mendasar tersebut sebagai isu kritis yang harus segera diselesaikan di BPH Migas," jelas politisi PKS ini.