Senin, 16 Januari 2012

Mardani Minta Solusi BBM Secara Komprehensif


(16 Jan 2012 14:18) Mardani (JPI/Dzikry Subhanie)
Senayan - Anggota Komisi Energi DPR RI Mardani mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap mengenai kebijakan pembatasan BBM yang akan diambil, apakah melalui konversi BBM ke BBG atau kebijakan harga BBM yang dilakukan secara komprehensif.
"Hal ini mengingat pemerintah sudah beberapa kali mengalami kuota subsidi BBM yang berlebih," ujar Mardani dalam rilisnya yang diterima Jurnalparlemen.com, Senin (16/1).
Sebagaimana diketahui, kebijakan pemerintah mengenai subsidi BBM selalu mengalami over kuota. Terakhir, tahun 2011 yang lalu, mengalami over kuota dalam jumlah yang cukup besar yaitu mencapai 1,5 juta kiloliter atau setara dengan Rp 3 triliun.
"Kelebihan kuota ini dipastikan berasal dari konsumsi mobil yang meningkat, baik mobil pribadi maupun umum," ujar anggota  dari Dapil Jabal VII ini.
Lebih jauh Mardani menguraikan, peningkatan konsumsi BBM dikarenakan jumlah mobil yang terus meningkat di tengah keterbatasan jalan (yang sangat lambat pertumbuhannya).
"Akibat dari keterbatasan sarana ini adalah menimbulkan kemacetan. Kemacetan demi kemacetan ini sudah dipastikan menghabiskan dan meningkatkan penggunaan BBM yang terbuang percuma begitu saja," ujarnya.
Hal tersebut juga diakui oleh Menteri ESDM Jero Wacik saat memberikan penjelasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi Energi DPR RI pagi tadi di Gedung DPR RI. Menurutnya, setiap mobil mengkonsumsi BBM rata-rata 3 liter setiap harinya. Jadi, jika ada 1 juta mobil yang bergerak di jalan, maka otomatis BBM yang dikonsumsinya adalah sebanyak 3 juta liter per hari.
"Artinya, pemborosan penggunaan BBM adalah terkait juga dengan masalah ketersediaan infrastruktur jalan dan pertumbuhan mobil. Sehingga, solusi utamanya adalah bagaimana menambah jalan atau memperbaiki insfrastruktur jalan, atau diversifikasi moda transportasi dan juga mengendalikan pertumbuhan mobil," tegas Mardani.
Menurut Mardani, pembatasan penggunaan BBM melalui konversi BBM ke BBG adalah solusi sekunder dari masalah utama melonjaknya penggunaan BBM ini.
"Jika, hari ini Pemerintah bertekad melaksanakan juga kebijakan Pembatasan BBM melalui konversi BBM ke BBG untuk mobil dinas dan pribadi karena mendasarkan diri pada UU APBN 2012, maka kami juga meminta pemerintah, atas dasar konstitusi yang menuntut pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, untuk mengambil kebijakan secara komprehensif dan tuntas,” demikian tuntut Mardani.
Karena pembatasan BBM melalui konversi BBM ke BBG adalah solusi sekunder, maka ia meminta pemerintah membuat blue print perbaikan jalan dan pengendalian pertumbuhan mobil. Termasuk perbaikan sistem transportasi umum dan diversifikasi moda transportasi.
"Dengan demikian, kebijakan yang diambil pemerintah tidak tambal sulam dan sektoral, tapi komprehensif. Sehingga aktivitas ekonomi bisa berjalan secara efektif dan efisien," pungkasnya.
Reporter: Jay Waluyo | Penulis: Jay Waluyo | Editor: Abdul Kholis Akbar


DPR: Komisi Energi Menuntut Solusi BBM Secara Komprehensif


Jakarta (16/01). “Kami meminta pemerintah untuk segera mengambil sikap mengenai kebijakan pembatasan BBM yang akan diambil, apakah melalui konversi BBM ke BBG dan atau kebijakan harga BBM yang dilakukan secara komprehensif. Hal ini mengingat pemerintah sudah beberapa kali mengalami kuota subsidi BBM yang berlebih.” Demikian Mardani, Anggota Komisi Energi DPR RI meminta ketegasan dari Pemerintah dalam Rapat Kerja dengan Menteri ESDM pagi ini (Senin, 16/1/2012).

Sebagaimana diketahui, kebijakan pemerintah mengenai subsidi BBM selalu mengalami overquota dan terakhir tahun 2011 yang lalu mengalami overquota dalam jumlah yang cukup besar yaitu mencapai 1,5 juta kiloliter atau setara dengan Rp 3 Trilyun. “Kelebihan kuota ini dipastikan berasal dari konsumsi mobil yang meningkat, baik mobil pribadi maupun umum.” Tambah Mardani Siera yang berasal dari Dapil Jabal VII (Bekasi, Karawang dan Purwakarta) mencoba menjelaskan.

Lebih jauh Mardani menguraikan, “Peningkatan konsumsi BBM oleh mobil ini dikarenakan jumlah mobil yang terus meningkat di tengah keterbatasan jalan (yang sangat lambat pertumbuhannya). Akibat dari keterbatasan sarana ini adalah menimbulkan kemacetan. Kemacetan demi kemacetan ini sudah dipastikan menghabiskan dan meningkatkan penggunaan BBM yang terbuangpercuma begitu saja”. Hal tersebut juga diakui oleh Menteri ESDM memberikan penjelasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi Energi DPR RI pagi ini (Senin, 16/01/2012) di Gedung DPR RI. “Setiap mobil mengkonsumsi BBM rata-rata 3 liter setiap harinya. Jadi, jika ada 1 juta mobil yang bergerak di jalan, maka otomatis BBM yang dikonsumsinya adalah sebanyak 3 juta liter perhari.” Jelas Menteri ESDM.

Artinya, pemborosan penggunaan BBM adalah terkait juga dengan masalah ketersediaan infrastruktur jalan dan pertumbuhan mobil. Sehingga, solusi utamanya adalah bagaimana menambah jalan atau memperbaiki insfrastruktur jalan, atau diversifikasi moda transportasi dan juga mengendalikan pertumbuhan mobil”. Papar Mardani berusaha mengurai solusi. “Pembatasan penggunaan BBM melalui konversi BBM ke BBG adalah solusi sekunder dari masalah utama melonjaknya penggunaan BBM ini”. Tambah Mardani yang juga Pengurus DPP PKS.

“Jika, hari ini Pemerintah bertekad melaksanakan juga kebijakan Pembatasan BBM melalui konversi BBM ke BBG untuk mobil dinas dan pribadi karena mendasarkan diri pada UU APBN 2012, maka kami juga meminta pemerintah, atas dasar konstitusi yang menuntut Pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya, untuk mengambil kebijakan secara komprehensif dan tuntas!,” demikian tuntut Mardani.  

Artinya, karena pembatasan BBM melalui konversi BBM ke BBG adalah solusi sekunder dari melonjaknya penggunaan BBM akibat pertumbuhan jumlah mobil di luar kapasitas jalan, maka kami meminta pemerintah membuat blueprint perbaikan insfrastruktur jalan dan pengendalian pertumbuhan mobil, termasuk perbaikan sistem transportasi umum dan diversifikasi moda transportasi.” Tambah Mardani.
“Dengan demikian, kebijakan yang diambil pemerintah tidak tambal sulam dan sektoral, tapi komprehensif, sehingga aktivitas ekonomi bisa berjalan secara efektif dan efisien. ” Demikian alumni UI dan UTM Malaysia ini menegaskan.

Sabtu, 14 Januari 2012

Konversi BBM ke BBG, Bukti Pemerintah Panik

Sabtu, 14 Januari 2012 09:31 wib
JAKARTA - DPR meragukan kesiapan pemerintah mengenai konversi BBM karena terkesan
mendadak dan terburu-buru. Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 isu perubahan kebijakan
energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR.

"Kami menilai pernyataan pemerintah yang telah siap dengan mekanisme konversi BBM ke BBG

sebagai sikap yang terburu-buru dan tidak melalui perencanaan yang matang. Ini hanya reaktif saja,
sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan blue print energi," kata Anggota Komisi Energi
Nasional DPR Mardani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (14/1/2012).

Mardani mengatakan, pemerintah sepertinya panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk
mengatasi terjadinya over kuota BBM subsidi yang terjadi setiap tahun.

Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan
energi ini. Padahal sebelumnya, pemerintah mentarakan telah siap dengan pelaksanaan konversi
BBM ke BBG, bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur
lainnya ketika diungkapkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

Negara mengalami kerugian akibat dari kebijakan suplai produksi untuk gas 1,5 juta barel setara
minyak dan 0,93 juta barel minyak dari kebijakan yang dapat merugikan negara. Ditambah lagi
dengan impor minyak dengan harga mahal karena kebutuhan kita 1,4 juta barel per hari dan
mengekspor gas 0,78 juta barel.

Dia melanjutkan, jika pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan
rakyat, maka tidak kurang dari Rp79 triliun devisa dapat diselamatkan.

"Dan, pada saat yang sama kita akan mendapat tambahan PDB lebih dari tiga persen karena
turunnya harga energi kita, sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan
kita semakin kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja
tersedia lebih banyak,” pungkas dia. (wdi)

Iwan Supriyatna - Okezone

http://economy.okezone.com/read/2012/01/14/19/557037/konversi-bbm-ke-bbg-bukti-
pemerintah-panik

DPR Desak Pemerintah Siapkan Blueprint Konversi BBM


Tribunnews.com - Sabtu, 14 Januari 2012 06:09 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mardani, Anggota Komisi Energi Nasional DPR RI melihat pemerintah panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya overquota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsisdi yang terjadi setiap tahun.
Apalagi, menurutnya, saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini.
"Karenanya siapkanlah secara matang dan melibatkan semua stakeholder termasuk DPR RI, pemerintah jangan bertindak sembrono.”
“Kami (DPR) siap dan punya waktu yang cukup kok untuk membahas kebijakan ini ke depan. Penyesuaian anggaran untuk melaksanakan kebijakan ini bisa kita lakukan pada pembahasan APBN Perubahan 2012 nantinya. Yang kami inginkan adalah menyiapkan kebijakan ini secara matang dan berpihak pada kesejahteraan rakyat,” ujar anggota DPR RI yang berasal dari Dapil VII Jabar (Kab. Bekasi, Karawang, Purwakarta) ini, di Jakarta, dalam rilisnya, Jumat (13/1/2012).
Lebih lanjut ia mengatakan kebijakan subsidi BBM yang dilaksanakan pemerintah selama ini dianggap gagal karena lebih banyak subsidi tersebut jatuh kepada orang kaya. Misalnya melalui penggunaann BBM bersubsidi premium yang diberikan kepada pengguna kendaraan pribadi yang pada tahun 2011 mencapai 25,49 juta kiloliter.
Sementara sebagian besar masyarakat bawah yang tidak memiliki kendaraan pribadi tidak dapat menikmati subsidi ini.
Lebih lanjut ia menyebutkan akar masalah kebijakan BBM selama ini adalah adanya kesalahan paradigmatik dan pendekatan yang tidak komprehensif. Kesalahan paradigmatik itu karena masih berkutat pada energi konvensional seperti premium, pertamax, solar dan lain-lain. Bahkan dengan mensubsidinya.
"Sementara itu, kita tidak serius menata sumber enegri baru mulai dari gas, nabati, hingga elektric vehicle.” Mardani menjelaskan secara lebih rinci.
“Kami minta agar pemerintah membuat Blueprint Energy terlebih dahulu. Blueprint Energy ini harus meliputi pemetaan demand energi seperti kebutuhan untuk transportasi, rumah tangga, industri dan lain-lain dan dan diklasifikasikan," pintanya.
Selain itu, di sisi suplai juga, pemerintah juga harus berhitung dengan matang dan berfikir untuk kepentingan bangsa ini ke depan.
Bayangkan, imbuh Mardani, yang juga Ketua DPP PKS Bidang Humas ini, supply produksi untuk gas 1.5 juta barrel setara minyak dan 0.93 juta barel minyak. Sayangnya, Indonesia masih impor minyak dengan harga mahal.
"Karena kebutuhan kita 1.4 juta barel per hari dan mengekspor gas 0.78 juta barel setara minyak dengan harga murah. Betapa banyak kerugian negara dengan 'kebodohan' kebijakan ini. Kemudian, gas alam dijual dengan 3.8 dolar per MMBTU sementara dalam negeri kekurangan pasokan dan kita siap membeli 7 dolar per MMBTU. Sungguh ironis.“
Jika saja, tegasnya, pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak kurang dari 79 trilyun devisa dapat diselamatkan. Dan, pada saat yang sama  akan mendapat tambahan PDB lebih dari 3% karena turunnya harga energi di Indonesia.
"Sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan kita semakin kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja tersedia lebih banyak,” ujarnya.
Penulis: Srihandriatmo Malau

Pembatasan Subsidi BBM: Konversi BBM ke BBG Terburu-buru


Tribunnews.com - Sabtu, 14 Januari 2012 05:35 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mardani, Anggota Komisi Energi Nasional (Komisi VII) DPR RI menilai langkah pemerintah melakukan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) adalah terburu-buru.
“Kami menilai pernyataan pemerintah yang telah siap dengan mekanisme konversi BBM ke BBG sebagai sikap yang terburu-buru dan tidak melalui perencanaan yang matang," tegasnya, di Jakarta, Jumat (13/1/2012).
Menurutnya, langkah pemerintah ini hanya reaktif saja. Sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan Blueprint Energy.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pemerintah telah siap melaksanaan konversi BBM ke BBG. Bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya.
Lebih ia mengatakan DPR meragukan kesiapan pemerintah ini karena terkesan mendadak dan terburu-buru. Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 beberapa waktu yang lalu, isu perubahan kebijakan energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR.
Karenanya, tegasnya, bagaimana mungkin tiba-tiba pemerintah menyatakan kesiapannya dengan kebijakan ini dan dengan anggarannya.
“Pemerintah sepertinya panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya overquota BBM subsisdi yang terjadi setiap tahun. Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini. Karenanya siapkanlah secara matang dan melibatkan semua stakeholder termasuk DPR RI, pemerintah jangan bertindak sembrono," Mardani menambahkan.
Ditegaskannya, DPR siap dan punya waktu yang cukup untuk membahas kebijakan ini ke depan. Penyesuaian anggaran untuk melaksanakan kebijakan ini bisa dilakukan pada pembahasan APBN Perubahan 2012 nantinya.
"Yang kami inginkan adalah menyiapkan kebijakan ini secara matang dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.”
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan program pembatasan BBM bersubsidi diterapkan di Jawa-Bali per 1 April 2012. Di Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Papua akan berlaku tahun 2013 dan 2014. Hanya angkutan umum, pelayanan umum dan sepeda motor yang berhak memakai BBM subsidi.
alah satu langkah pembatasan BBM subsidi dilakukan denan mengkonversinya ke BBG. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memastikan akan segera merealisasikan program pengalihan bahan bakar minyak (BBM) menuju bahan bakar gas (BBG) untuk angkutan umum. Sebanyak 44 ribu alat konversi (converter kit) akan dibagi kepada angkutan umum.

Kamis, 12 Januari 2012

Konversi BBM ke BBG: Awas! Tragedi Tabung Gas Hijau Terulang


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi, Mardani meminta agar pemerintah segera mengajukan detil kebijakan konversi BBM ke BBG ke DPR apabila kebijakan tersebut sudah menjadi tekad pemerintah.
"Kami ingin memastikan kebijakan konversi ini mampu untuk mensejahterakan rakyat, ” ujar Mardani kepada Tribunnews.com, Kamis (12/1/2012).
Hal itu disampaikan Mardani terkait pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa Konversi BBM ke BBG tidak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, namun bisa langsung dijalankan. Bahkan, Hatta menyatakan telah menyiapkan anggaran untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya sebagaiaman dinyatakan oleh Hatta.
Namun, Mardani menginginkan agar pemerintah merencanakan kebijakan ini dengan matang dan terarah, jangan sekedar untuk kepentingan sesaat dan reaktif terhadap kegagalan kebijakan subsidi BBM, seolah-olah aspiratif dengan isu yang berkembang.
“Kita harus bicarakan secara pasti legalitas kebijakan ini dan blue print kebijakan dalam skala menyeluruh sebagai Kebijakan Energi Nasional termasuk sasaran yang hendak dicapai dan seberapa besar penghematan APBN yang bisa dilakukan,” tambah Mardani.
Mardani sangat mengapresiasi tekad pemerintah untuk segera melaksanakan usaha pembatasan BBM yang telah sering mengalami over quota sehingga mengakibatkan pembengkakan subsidi yang membebani APBN .
“Karenanya kami mengundang Menteri ESDM sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap kebijakan ini, kemudian Menristek untuk memastikan kelayakan teknologi serta keamanannya, jangan sampai karena perencanaan yang kurang matang, sehingga merugikan masyarakat seperti “bom tabung hijau” yang sempat marak beberapa waktu lalu, jangan sampai hal serupa terjadi lagi dalam pelaksanaan kebijakan ini,” jelas Mardani.
Selanjutnya, karena hal ini berimplikasi kepada masalah Lingkungan Hidup, maka juga kami mengundang Menteri Lingkungan Hidup agar terlibat aktif dalam kebijakan ini. Lebih jauh, kebijakan konversi ini akan berimplikasi pada pengurangan emisi karbon dan perubahan iklim.
Untuk itu kami akan mengundang juga Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) untuk hadir pada pembicaraan bersama ini. Sesuai Protocol Kyoto, kebijakan ini memiliki aspek “carbon trade”, yaitu kompensasi yang akan didapatkan oleh Indonesia karena menyelematkan lingkungan dari bahaya carbon secara konsisten.
"Diharapkan DNPI bisa menghitung berapa besar nilai penghematan yang dilakukan Indonesia dan besarnya kompensasi yang diperoleh,” ujar Mardani yang berasal Dapil Jabar VII (Kab. Bekasi, Karawang, dan Purwakarta).
Outcomes kebijakan konversi BBM ke BBG ini adalah penghematan dan kemungkinan adanya penerimaan Negara dari “Carbon Trade”, maka hal ini akan mempengaruhi posisi APBN.
"Diharapkan keterlibatan Menteri Keuangan dalam pembicaraan ini," katanya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

Pemerintah Diminta Jelaskan Konversi BBG ke DPR

Kamis, 12 Januari 2012 07:52 wib
JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengajukan detil kebijakan konversi bahan bakar minyak
(BBM) ke bahan bakar gas (BBG) ke DPR jika kebijakan tersebut sudah menjadi tekad pemerintah.

"Kami ingin memastikan kebijakan konversi ini mampu untuk mensejahterakan rakyat," kata
Anggota Komisi Energi DPR Mardani dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/1/2012).

Pernyataan ini disampaikan Mardani terkait pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa
Konversi BBM ke BBG tidak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, namun bisa langsung dijalankan.

Bahkan, Hatta menyatakan telah menyiapkan anggaran untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur
lainnya seperti dinyatakan oleh Hatta, persiapan untuk penyediaan SPBG dan sarana lainnya yang
membutuhkan biaya besar telah dipersiapkan anggaran, sehingga akan dapat direalisasikan pada
April terutama di Pulau Jawa dan sebanyak mungkin menyediakan converter-nya.

Namun, Mardani menginginkan agar pemerintah merencanakan kebijakan ini dengan matang dan
terarah, jangan sekedar untuk kepentingan sesaat dan reaktif terhadap kegagalan kebijakan subsidi

BBM, seolah-olah aspiratif dengan isu yang berkembang.

"Kita harus bicarakan secara pasti legalitas kebijakan ini dan blue print kebijakan dalam skala
menyeluruh sebagai Kebijakan Energi Nasional termasuk sasaran yang hendak dicapai dan seberapa
besar penghematan APBN yang bisa dilakukan," tambah Mardani. (wdi)

Widi Agustian - Okezone

http://economy.okezone.com/read/2012/01/12/19/555727/pemerintah-diminta-jelaskan-konversi-
bbg-ke-dpr

Rabu, 11 Januari 2012

Pemerintah Mesti Matang Rencanakan Kebijakan Konversi BBM ke BBG


(11 Jan 2012 09:04)
Senayan - Anggota Komisi VII DPR Mardani mendesak pemerintah segera mengajukan detil kebijakan konversi BBM ke BBG ke DPR. Jika pemerintah bertekad mengeluarkan kebijakan ini, maka hasilnya harus mampu menyejahterakan rakyat.
Ia berharap pemerintah merencanakan kebijakan ini secara matang dan terarah. Tidak sekadar demi kepentingan sesaat atau cuma mengalihkan kegagalan akibat kebijakan subsidi BBM selama ini. Tidak pula jadi alat politik pencitraan seolah aspiratif dengan isu yang berkembang.
“Kita harus bicarakan secara pasti legalitas kebijakan ini dan blue print kebijakan dalam skala menyeluruh sebagai Kebijakan Energi Nasional, termasuk sasaran yang hendak dicapai dan seberapa besar penghematan APBN yang bisa dilakukan,” ujar Mardani, Selasa (10/1).
Menurut Mardani, tekad pemerintah untuk melaksanakan pembatasan BBM yang telah melebihi kuota adalah tindakan tepat. Sebab subsidi BBM sangat membebani APBN. Karena itu, pihaknya akan mengundang Menteri ESDM sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap kebijakan ini untuk rapat di DPR.
"Kami juga mengundang Menristek untuk memastikan kelayakan teknologi serta keamanannya. Jangan sampai karena perencanaan yang kurang matang, nanti malah merugikan masyarakat seperti ’bom tabung hijau’ yang sempat marak beberapa waktu lalu. Jangan sampai hal serupa terjadi lagi dalam pelaksanaan kebijakan ini,” ujarnya.
DPR juga akan mengundang Menteri Lingkungan Hidup agar terlibat aktif. Sebab, kebijakan ini akan berimplikasi pada pengurangan emisi karbon dan perubahan iklim. Selain itu, DPR bakal mengundang pula Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) untuk menghitung besar nilai penghematan yang dilakukan Indonesia terkait Protocol Kyoto dan besarnya kompensasi yang diperoleh. Sesuai Protocol Kyoto, Indonesia berhak mendapatkan kompensasi atas upaya penyelamatan lingkungan dari bahaya karbon secara konsisten.
”Outcomes kebijakan konversi BBM ke BBG adalah penghematan dan kemungkinan adanya penerimaan negara dari Carbon Trade. Hal ini akan mempengaruhi posisi APBN,” terang anggota dewan dari dapil Jawa Barat ini.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, konversi BBM ke BBG akan langsung dijalankan tanpa menunggu waktu lebih lama. Hatta bahkan mengatakan bahwa anggaran untuk infrastuktur dan sarana lainnya sudah dipersiapkan. Sehingga pada 1 April nanti kebijakan ini sudah dapat dimulai, terutama di Pulau Jawa.
Reporter: Jay Waluyo | Penulis: Jay Waluyo | Editor: Hadi Rahman

Senin, 09 Januari 2012

Konversi BBM Belum Jelas

Senin, 09 Januari 2012 pukul 08:42:00 
Pengalihan memakai BBG dinilai tidak mudah.


JAKARTA - Konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) berlaku April 2012. Namun, DPR dan sejumlah pengamat mengaku belum melihat cetak biru (blue print) mengenai kebijakan teknis ini dari pemerintah.

Anggota Komisi VII DPR Mardani Ali Sera menganggap konversi BBM tak sepenuhnya selesai tahun ini. Kebijakan itu baru berjalan efektif setelah lima tahun. Pertimbangannya simpel. Persiapan pemerintah dianggap belum matang. "Cetak birunya semestinya selaras dengan kesejahteraan rakyat," katanya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Pembatasan BBM bersubsidi, menurut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini,  bukan langkah yang tepat. Permasalahannya terletak pada kebutuhan BBM yang tinggi, berkisar 1,4 juta-1,5 juta barel per hari (bph), tapi tak dapat diimbangi jumlah kilang dalam negeri yang hanya menghasilkan 1,1 juta bph. Akibatnya, Indonesia selalu mengimpor BBM untuk menutupi kekurangan.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menganggap kebijakan pemerintah itu sarat kepentingan politik. "Menaikkan harga BBM jauh lebih efektif dibandingkan membatasi," katanya. Pemerintah hanya berputar di tempat yang sulit.

Jika harga BBM dinaikkan Rp 500-Rp 1.000 per liter maka menghemat Rp 38 triliun untuk mengimpor BBM. Sedangkan, jika membatasi BBM bersubsidi, hanya menghemat Rp 12 triliun. Dampak sosialnya, kata Tulus, jauh lebih besar jika membatasi subsidi daripada menaikkan harga.

Apalagi, mayoritas masyarakat dinilai masih bergantung pada BBM bersubsidi sebab infrastruktur gas belum tersedia. Imbasnya, sebagian besar cadangan gas Indonesia diekspor ke Cina, Jepang, dan Korea dengan kisaran harga 3,5-3,8 dolar AS per mmbtu. Padahal, industri dalam negeri sanggup membeli dengan harga tujuh dolar AS per mmbtu.

Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, tak mudah untuk mengalihkan masyarakat menggunakan BBG. Perlu infrastruktur besar, misalnya, menyediakan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). "Satu SPBG hanya sanggup melayani 500 kendaraan. Bayangkan, berapa banyak kendaraan di Indonesia?" katanya.

Sedangkan, jika menggunakan opsi liquid gas for vehicle (LGV), masyarakat masih harus membeli converter kit seharga Rp 15 juta per unit. Komaidi memperkirakan, masyarakat mampu ini akhirnya akan lebih banyak beralih ke Pertamax. Kondisi ini akan menggoyang sebagian besar ekonomi masyarakat mampu. Daya belinya menjadi turun, produksi juga turun, bahkan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengatakan, pemerintah segera menerbitkan revisi aturan pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi. Terutama, revisi Peraturan Presiden 55/2005 dan Perpres 9/2006. Sosialisasinya pe kan depan, katanya di Jakarta, Sabtu (7/1).  c07 ed: zaky al hamzah

KONVERSI BBM KE BBG
Rencana peralihan dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) terus dimatangkan. Meskipun, kebutuhan converter kit untuk menunjang program tersebut masih terbatas sehingga mendorong pemerintah untuk mengimpor.

http://koran.republika.co.id/koran/0/151726/Konversi_BBM_Belum_Jelas

Minggu, 08 Januari 2012

Pemerintah Terlalu Ribet, Naikkan Saja Harga Premium!

Jakarta - Upaya pemerintah yang akan melakukan pembatasan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi khusus Premium di April 2012 menuai pro dan kontra. Pemerintah dinilai terlalu takut untuk menaikkan harga BBM, padahal harga minyak dunia terus merangkak naik dan anggaran subsidi terus membengkak.

Ekonom Drajad Wibowo mengatakan dilema pembatasan BBM Vs kenaikan harga BBM itu terjadi karena para menteri mendekati masalah BBM ini secara parsial. 

"Secara sektoral masing-masing. Dimana Menkeu berkutat pada nilai APBN-nya saja, Menteri ESDM pada teknis nya saja dan Mendagri malah tidak tahu apa peranannya, padahal data penduduk yang berhak atas subsidi BBM harusnya ada pada Kemendagri," papar Drajad ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Minggu (8/1/2012). Herdaru Purnomo - detikFinance

http://finance.detik.com/read/2012/01/08/114252/1809632/1034/pemerintah-terlalu-ribet-naikkan-saja-harga-premium

Sabtu, 07 Januari 2012

Lebih Baik Harga BBM Premium Naik Daripada Dibatasi

Jakarta - Pemerintah sebaiknya menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) ketimbang melakukan pembatasan. Risiko dari menaikkan harga lebih kecil daripada melakukan pembatasan.

Menurut Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera, menaikkan harga BBM lebih simpel daripada pembatasan yang berujung kepada konversi BBG. Belum lagi dalam konversi tersebut masyarakat harus membeli converter kit yang harganya cukup mahal.

Konsekuensi dari naiknya harga BBM bersubsidi alias premium adalah mendorong inflasi. Namun, diperkirakan kenaikan inflasi masih bisa diantisipasi.

"Kalau menaikkan hanya Rp 1.000, inflasi 1 persen, tapi terukur," katanya dalam acara Diskusi Polemik Problem BBM, Jakarta, Sabtu (7/01/2012).

Jika masyarakat langsung dibatasi, dari premium ke pertamax, kata Mardani daya belinya akan berkurang. Pasalnya, jarak antara harga premium dan pertamax sangatlah tinggi. 

Dengan turunnya daya beli itu, secara jangka panjang akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaan karena perekonomian yang lesu. Belum lagi ditambah fluktuasi harga minyak yang berpengaruh pada pertamax.

"Dan juga kalau sisanya pakai pertamax. Kalau harga minyak naik pertamax kan naik. Daya beli turun, konsumsi turun, produksi turun, nanti akan menyebabkan PHK," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan hal yang sama. Opsi menaikkan harga sekitar Rp 500-1.000 per liter dinilai lebih masuk akal. Sayangnya, rencana ini pasti dimanfaatkan oleh pihak oposisi sebagai alat politik mengkritik penguasa.

"Ini politik yang menjadi pertimbangan, bukan masalah mensejahterakan masyarakat, BBM jadi alat stabilitasi politik" katanya

Maka dari, kata Tulus, pemerintah belum berani untuk mengambil langkah yang paling masuk akal tersebut. Opsi menaikkan harga juga dinilai akan meresahkan masyarakat yang sudah terbiasa diberi subsidi.

"Tidak ada kebijakan publik yang tidak menimbulkan gejolak sosial masyarakat. Siapapun pasti ada, tergantung bagaimana pemerintah menangani itu," ungkapnya. Winda Veronica Silalahi - detikFinance

DPR: Pembatasan BBM Bersubsidi Tidak Tepat

Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan masalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan sepenuhnya beres di tahun 2012 ini. Tahun ini, masalah tersebut hanya 'sedikit' terselesaikan.

Menurut anggota komisi VII DPR dari fraksi PKS Mardani Ali Sera, pembatasan BBM subidi yang dilakukan pemeirntah bukan langkah yang tepat.

"Kita optimis 2012 masalah subsidi sedikit selesai. Disini saya garis bawahi ya, sedikit. Karena pembatasan BBM bukan merupakan formula yang paling tepat atau utama untuk mengatasi masalah BBM ini," katanya dalam acara Diskusi Polemik Problem BBM di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (7/01/2012).

Mardani mengatakan permasalahan utama mengapa kita harus impor BBM adalah karena kapasitas kilang yang tidak memadai.

"Kebutuhan kita 1,4 juta sampai 1,5 juta barel per hari, tapi kilang kita maksimal hanya bisa 1,1 juta barel, ini sudah paling maksimal ya. Jadi kita harus impor 400 ribu barel," katanya.

Ia menyampaikan, menaikkan harga BBM sebesar Rp 500-1.000 jauh lebih baik karena bisa menghemat Rp 38 triliun untuk mengimpor BBM.

"Naikin Rp 500 sampai Rp 1.000 jauh lebih baik. Kita menaikkan Rp 1.000 saja sudah bisa hemat Rp 38 triliun, jadi kenapa takut," katanya. Winda Veronica Silalahi - detikFinance


http://finance.detik.com/read/2012/01/07/112028/1809273/1034/dpr-pembatasan-bbm-bersubsidi-tidak-tepat

Kamis, 05 Januari 2012

DPR Desak Konversi BBM ke BBG

Kamis, 05 Januari 2012 pukul 11:01:00

JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR dari FPKS Mardani menyarankan pemerintah segera mengambil tindakan taktis merealisasikan kebijakan konversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). "Kami akan mengamati dan mengawasi secara ketat keseriusan pemerintah dalam merealisasikan kebijakan konversi BBM ke BBG ini," ujarnya di Jakarta, Rabu (4/1).


DPR, kata dia, mengusulkan agar kebijakan ini nantinya dituangkan dalam bentuk peraturan yang jelas dan definitif, sehingga pihak yang berkaitan dengan implementasi kebijakan dapat bekerja dengan optimal dan dengan landasan hukum yang kuat.

Menurut Mardani, kebijakan konversi ini sudah sering didengung-dengungkan pemerintah, namun ironisnya belum pernah ada tindakan nyata yang dilakukan. Sejak mencuatnya kelebihan kuota BBM bersubsidi sekitar 1,5 juta kiloliter (kl) atau setara Rp 3 triliun pada Desember 2011, hingga kini pemerintah dinilai belum mengantisipasi hal sama di masa depan.
Sehingga, kebijakan konversi semakin nyata karena pemerintah tidak akan menaikkan BBM. Mardani khawatir pemerintah akan mengalami situasi sama di masa lalu, di mana pemerintah tidak serius dan konsisten melaksanakan kebijakan konversi BBM ke BBG secara massif pada 1986.

Saat itu, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah membangun 14 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di Jakarta untuk menyuplai 20 persen armada taksi dengan bahan bakar gas. "Ironisnya, bukannya (SPBG) semakin berkembang, justru semakin menurun hingga kini hanya tersisa di bawah 10 unit," katanya. Agar tak terulang lagi, Mardani meminta pemerintah melakukan sosialisasi untuk penggunaan BBG, serta menyiapkan infrastrukturnya.

Sementara itu, pengendara kendaraan pribadi di Bandar Lampung tetap enggan menggunakan Pertamax dan masih memilih memakai Premium dan solar, karena harga Pertamax yang jauh lebih mahal dibandingkan BBM bersubsidi. Pantauan di sejumlah SPBU di Bandar Lampung, Rabu (4/1), pengguna Premium bukan hanya mobil bermesin kecil, tetapi juga bermesin 2.000 cc ke atas.

Mobil-mobil baru bermesin besar juga antre di SPBU jenis Premium, meski di depan SPBU terdapat tulisan 'Premium untuk orang tidak mampu'. Mobil bermesin besar itu juga kerap mencampur Premium dan Pertamax. Misalnya, Premium dibeli Rp 150 ribu dan Pertamax Rp 50 ribu.  antara ed: zaky al hamzah

http://koran.republika.co.id/koran/0/151477/DPR_Desak_Konversi_BBM_ke_BBG

Rabu, 04 Januari 2012

Subsidi BBM Jebol, DPR Tagih Janji Pemerintah

Imam Prihadiyoko | Robert Adhi Ksp | Rabu, 4 Januari 2012 | 17:02 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak mencuatnya kasus overquota subsidi BBM yang mencapai 1,5 juta kiloliter atau setara dengan Rp 3 triliun pada Desember lalu, hingga kini belum tampak antisipasi yang dilakukan pemerintah.
"Kejadian ini sebenarnya sudah berulang kali terjadi, namun belum ada tindakan nyata pemerintah, baru sebatas wacana," ujar Mardani, anggota Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (4/1/2012).
Mardani berharap pemerintah serius dan segera mengambil tindakan taktis untuk merealisasikan kebijakan konversi dari BBM ke BBG. Kebijakan ini sendiri sudah sering didengung-dengungkan pemerintah, namun belum pernah ada tindakan nyata yang dilakukan.
Mardani menyayangkan, pemerintah tetap saja berwacana tentang kebijakan konversi BBM ke BBG yang kali ini disampaikan Dirjen Migas Evita Legowo di Palembang saat meresmikan pembagian 200 konventer kit BBG untuk transportasi umum 20 Desember 2011 yang lalu.
Kebijakan konversi semakin nyata saat Presiden SBY menjanjikan tidak akan ada kenaikan BBM, yang ada adalah pengusahaan penghematan dan peng-efesien-an pemakaian energi melalui penggunaan teknologi.
Paling tidak, itulah yang disampaikan Presiden SBY pada acara "ground breaking" proyek Residue Fluid Catalytic Cracking (RFCC) PT Pertamina Refinery Unit IV di Cilacap Jawa Tengah, pada 28 Desember lalu.
"Kami, Fraksi PKS akan mengamati dan mengawasi secara ketat keseriusan Pemerintah dalam merealisasikan kebijakan Koversi BBM ke BBG ini. Kami juga mengusulkan agar kebijakan ini dituangkan dalam bentuk peraturan yang jelas dan definitif, sehingga pihak yang berkaitan dengan implementasi kebijakan ini dapat bekerja dengan optimal dan dengan landasan hukum yang kuat," ujar anggota DPR RI yang berasal dari Dapil Jabar VII (Bekasi, Karawang dan Purwakarta) ini.


Menagih Janji Pemerintah Konversi BBM ke BBG

Tribunnews.com - Rabu, 4 Januari 2012 12:31 WIB
Laporan Wartawan Tribunnews.com Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Sejak mencuatnya kasus overquota subsidi BBM yang mencapai 1,5 juta Kiloliter atau setara dengan Rp 3 trilyunan pada Desember lalu, hingga kini belum tampak pemerintah untuk mengantisipasi kejadian yang sama di masa depan.
"Kejadian ini sebenarnya sudah berulang kali terjadi, namun belum ada tindakan nyata pemerintah, baru sebatas wacana,"ujar Anggota Komisi VII DPR, Mardani di gedung DPR, Jakarta, Rabu(4/1/2012).
Mardani mengusulkan agar pemerintah serius dan segera mengambil tindakan taktis untuk merealisasikan kebijakan konversi dari BBM ke BBG. Kebijakan ini sendiri sudah sering didengung-dengungkan oleh Pemerintah, namun belum pernah ada tindakan nyata yang dilakukan pemerintah.
Hal ini disampaikan Mardani menanggapi wacana kebijakan konversi BBM ke BBG oleh Pemerintah yang kali ini disampaikan sendiri oleh Dirjen Migas Evita Legowo di Palembang saat meresmikan pembagian 200 konventer kit BBG untuk transportasi umum 20 Desember 2011 yang lalu. Dirjen Migas itu menegaskan 2012 kami akan mulai program konversi ini secara besar-besaran, pertama di wilayah Jawa-Bali dulu. Kami harapkan setelah Palembang, program ini bisa menular ke kota-kota lain.
Mardani pun menambahkan kebijakan konversi semakin nyata saat Presiden SBY menyatakan tidak akan ada kenaikan BBM, yang ada adalah pengusahaan penghematan dan pengefisienan pemakaian energi melalui penggunaan teknologi, sebagaimana disampaikan Presiden SBY pada acara “ground breaking” proyek Residue Fluid Catalytic Cracking (RFCC) PT Pertamina Refinery Unit IV di Cilacap Jawa Tengah, Rabu 28 Desember 2011 yang lalu. Dan kebijakan ini telah diaminkan oleh para Menteri bidang Ekonomi seperti Menko Ekuin Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Industri dan tentu saja Menteri ESDM sendiri, menunjukkan bahwa Pemerintah serius untuk melakukan konversi BBM ke BBG.
"Kami akan mengamati dan mengawasi secara ketat keseriusan Pemerintah dalam merealisasikan kebijakan konversi BBM ke BBG ini. Kami juga mengusulkan agar kebijakan ini dituangkan dalam bentuk peraturan yang jelas dan definitif, sehingga pihak yang berkaitan dengan implementasi kebijakan ini dapat bekerja dengan optimal dan dengan landasan hukum yang kuat."Tambah anggota DPR RI yang berasal dari Dapil Jabar VII (Bekasi, Karawang dan Purwakarta) ini.
 Konsistensi kebijakan ini lanjut Mardani diperlukan dan itu harus dituangkan dalam bentuk peraturan, apakah berbentuk Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah lainnya.
"Kita punya pengalaman di masa lalu dimana Pemerintah tidak serius dan konsisten dalam melaksanakan kebijakan konversi ke BBG ini secara massif pada tahun 1986 yang lalu. Saat itu Pemerintah melalui Pertamina telah membangun 14 stasiun pengisian BBG di Jakarta untuk mensuplai 20 persen armada taksi yang ada saat itu, namun disayangkan bukannya semakin berkembang justru jumlahnya semakin menurun hingga kini hanya tersisa di bawah 10 SPBG", tegas Ketua DPP PKS Bidang Humas ini.