Rabu, 22 Februari 2012

Kenaikan BBM: Jangan berfikir Instan dan Jangka Pendek


Jakarta (22/2) - “Tenggat waktu 1 April kalau dikaitkan dengan kenaikan BBM harus merubah klausul pasal 7 ayat 6 Undang Undang APBN 2012 yang menyatakan harga eceran BBM tidak naik!” Demikian disampaikan oleh Mardani, anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi menanggapi Jero Wacik, Menteri ESDM yang akan menaikkan harga BBM pada 1 April 2012.

Di satu sisi, semangat Menteri ESDM Jero Wacik untuk menyelesaikan masalah membengkaknya subsidi BBM akibat kenaikan harga minyak mentah dunia dengan menaikkan harga BBM dalam negeri perlu diacungi jempol.

Namun, hendaknya Menteri juga harus realistis dan jangan selalu berifkir instan dan jangka pendek. Kalau target waktu 1 April yang akan datang sebagaimana disampaikannya di Istana Negara (21/02/2012), jelas tidak mungkin karena itu adalah tenggat waktu terkait pembatasan BBM. “Jelas sangat tidak mungkin!” Mardani menegaskan.

Merubah suatu ayat atau pasal dalam undang-undang tidak bisa instan seperti  membalikkan telapak tangan. Apalagi ini terkait APBN, banyak program-program Pemerintah dan aspirasi masyarakat yang harus disesuaikan dengan prioritas kerja dan kapasitas keuangan yang ada. Demikian penjelasan  Mardani.

Mardani yang berasal dari Dapil Jabar VII (Bekasi, Karawang dan Purwakarta) ini menambahkan, “Melakukan perubahan APBN tidak cukup dalam 1 bulan! Apalagi ini termasuk hal yang sangat krusial”.

“Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa dalam menata Kebijakan Energi ini tidak dapat dilakukan secara instan dan parsial, karena banyaknya pihak yang berkepentingan dengan masalah energi yang harus dilibatkan, sehingga harus ditata secara cermat, komprehensif dan berkelanjutan. Di sisi lain mulai sekarang Pemerintah harus berfikir bagaimana agar penggunaan energi menjadi efisien dan menghindarkan keborosan!” Tukas Mardani mencoba menjelaskan lebih jauh.

“BBM secara Nasional digunakan 67% untuk transportasi, padahal kita tahu transportasi darat selalu diwarnai kemacetan”. Mardani yang juga salah satu Ketua DPP PKS mencoba menggambarkan masalah yang dihadapi.

“Oleh karenanya tidaklah aneh jika intensitas energi (energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto) dan elastisitas energi (pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi) bangsa Indonesia terhitung tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan Malayasia saja kita kalah, intensitas di Malaysia adalah 493 TOE (ton oil equivalent) /juta US$ sementara Indonesia intensitasnya sebesar 565 TOE / juta US$. Sedangkan elastisitasnya Malayasia sebesar 1,8 dan Indonesia 2,69”. Papar Mardani yang menyelesaikan doktoral tekniknya di Universitas Teknik Malayasia.

“Jadi kita ini masih boros! Program konservasi inilah yang harus dipikirkkan lebih jauh oleh Menteri ESDM. Bagaimana efektivitas PP no 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi ini sudah berjalan?” Mardani mempertanyakan.

“Adakah program konservasi ini juga berlaku untuk transportasi? Sepertinya tidak! Karenanya PP ini harus diperbaiki, jika perlu ditingkatkan menjadi Undang Undang agar bangsa ini tidak terbelenggu oleh subsidi energi yang terus membengkak!”. Imbuh Mardani seraya berharap adanya perubahan yang mendasar dalam kebijakan bidang energi ini.

Kamis, 09 Februari 2012

Subsidi BBM: Benahi Transportasi Publik, Pemerintah Bisa Hemat 18 Trilyun

Jakarta (9/2) – Menanggapi keinginan pemerintah untuk melakukan revisi UU APBN Tahun 2012 khususnya terkait dengan kebijakan pembatasan BBM melalui opsi pengurangan subsidi alias menaikkan harga BBM, Mardani, Anggota Komisi VII DPR RI, merisaukan alasan utama Pemerintah tersebut adalah karena menaikkan BBM merupakan opsi paling mudah. “Sungguh sangat disesalkan jika alasan kemudahan menjadi alasan Pemerintah lari dari kesepakatan yang tertuang dalam pasal 7 Undang Undang APBN 2012. Kami berharap Pemerintah tidak selalu berfikir instan dalam menyelesaikan  masalah subsidi BBM karena ini bagian dari Kebijakan Energi Nasional yang perlu pemikiran yang integral, comprehensive dan berkelanjutan. Dan karenanya diperlukan keuletan dan kesabaran.” Tandas Mardani yang berasalah dari Dapil Jawa Barat VII, meyakinkan pemerintah.

Mardani menambahkan, “Penyebab membengkaknya subsidi bukan hanya disebabkan melonjaknya harga Crude Oil dunia saja, tapi lebih banyak karena terjadinya over quota BBM bersubsidi yang sudah terjadi bertahun-tahun. Solusinya bukan sekedar pembatasan BBM bersubsidi, namun juga pembenahan sistem transportasi publik kita.”

“Salah satu penyebab utama over quota BBM bersubsidi adalah karena sistem transportasi kita yang amburadul, sehingga menyebabkan kemacetan dan inefisiensi penggunaan kendaraan bermotor sehingga menimbulkan pemborosan BBM, “ Jelas Mardani. “Hal ini yang tidak diperhatikan sedikitpun oleh pemerintah.”

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2011 terdapat 8.244.346 kendaraan roda dua dan 3.118.050 roda empat di Jadebotabek dan sebanyak 50.824.128 kendaraan di seluruh Indonesia yang 65% nya merupakan kendaraan roda dua atau sebanyak 17.788.445 kendaraan roda dua dan 33.035.683 kendaraan roda empat. “Kalau pemerintah melakukan pembenahan sistem transportasi publik dan melakukan perbaikan jalan, maka pemerintah dapat menghemat anggaran dari efisiensi penggunaan kendaraan dan tidak adanya kemacetan sebesar Rp 2 Trilyun untuk Jadebotabek dan Rp 18,8 Trilyun untuk seluruh Indonesia.”

Perhitungan tersebut berdasarkan asumsi, bahwa dengan pembenahan transporasi publik dan perbaikan jalan yang dilakukan pemerintah, maka masyarakat akan terhindar dari kemacetan dan cenderung memilih transportasi publik yang nyaman dibandingkan menggunakan mobil pribadi. “Apabila dari jumlah kendaraan yang ada tahun 2011 di atas sebesar 50% saja yang berada di jalan dan penghematan yang dicapai sebesar 0,1 liter untuk kendaraan roda dan 1 liter untuk kendaraan roda empat setiap harinya, setahunnya terdapat 240 efektif hari kerja, maka akan dicapai angka penghematan di atas.” Urai Mardani, yang telah menyelesaikan pendidikan Lemhanasnya dengan baik.

 Kedepannya setiap kebijakan di bidang energi  Pemerintah hendaknya melalui Dewan Energi Nasional yang merupakan representasi kebijakan yang integral, komprehensif, dan keberlanjutan karena sudah dibahas dengan berbagai stakeholder yang ada”. Mardani berharap lebih jauh. “Jangan seperti sekarang, peemrintah bolak-balik ke DPR karena kebijakan yang disodorkan belum terbahas lintas sektoral sebagai akibat tidak dilibatkannya stakeholder yang terkait”.  Kritik Mardani terhadap Pemerintah.

Untuk mendapatkan solusi yang sifatnya integral, komprehensif, dan berkelanjutan pastinya bukan 1 (satu) solusi saja. Karena dalam bidang energi banyaknya sektor yang menjadi produsen dan konsumennya, maka kebijakanny akan jamak (lebih dari 1) yang dalam implementasinya harus dilaksanakan secara simultan”. Imbuh Mardani lebih lanjut.

Jika solusi yang dilakukan pemerintah hanya sekedar menaikkan harga BBM atau secara halus mengurangi subsidi, maka persoalan energi ini akan muncul berulang. “Artinya, kembali pemerintah melakukan kebijakan ini tambal sulam dan tidak tuntas! Bukankah semua ini sudah terbukti? Menaikkan harga BBM terus-menerus dan berulang!”. Ulas Mardani yang menyelesaikan studi doktoralnya di UTM Malaysia ini.