Senayan - Peran dan fungsi Badan Pengatur Hilir
Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) harus disesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi yang mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan
dan kelancaran pendistribusian BBM ke seluruh Indonesia. Demikian disampaikan
anggota Komisi VII DPR RI Mardani.
Menurut Mardani, selama ini pemerintah dianggap
tidak mampu dalam menjamin ketersediaan BBM di seluruh Indonesia, sehingga
sering terjadi kelangkaan BBM yang mengakibatkan antrean masyarakat dan
terhambatnya mobilitas perekonomian, khususnya di daerah luar Jawa.
Dalam isu ini, fungsi regulator body yang
membuat aturan main dan supervisor body yang mengawasi dirasakan kurang dapat
menjamin terlaksananya fungsi penyediaan BBM ke seluruh pelosok Indonesia.
"Seharusnya BPH Migas jangan pasif tapi aktif dalam membuat terobosan,
termasuk di antaranya mengusulkan agar energi mix atau kebijakan tidak melulu
tergantung pada BBM tapi mengandalkan gas bumi," kata Mardani dalam
rilisnya, Rabu (7/12).
Mardani mengatakan hal itu terkait fit and
proper test calon ketua dan anggota Komite BPH Migas yang berlangsung sejak 5
Desember 2011 hingga 8 Desember 2011 di Komisi VII DPR RI.
"Komisi VII DPR RI akan memilih 9 dari 18
calon ketua dan anggota BPH Migas masa jabatan 2011-2015. Sejak Senin dan
Selasa telah di-fit and proper test sebanyak 11 calon dan akan dilanjutkan pada
Rabu ini," kata anggota DPR Dapil Jawa Barat VII Jabar ini.
Menurut Mardani, saat ini masih terdapat
kesenjangan antara kemampuan kepemilikan tujuh unit kilang pengolahan minyak
yang cuma menghasilkan 720 mbsd, sedangkan kebutuhan nasional 1.069 mbsd.
"Jadi ada sekitar hampir 400-an mbsd yang harus diimpor dan pada saat yang
sama pola transportasi yang digunakan mayoritas menggunakan kapal tanker, padahal
mestinya pipa jaringan distribusi sudah harus dilakukan," ujar Mardani.
Dengan sistem transportasi menggunakan tanker
ini kemungkinan hambatan terhadap kepastian kesediaan BBM di seluruh pelosok
dapat bermasalah karena ombak laut 3 meter saja tanker tidak dapat merapat ke
pelabuhan, sehingga timbul ketidakpastian. Padahal, mayoritas wilayah kita
negara kepulauan.
Isu lain adalah mengenai keberanian anggota BPH
Migas untuk segera mencabut subsidi yang tidak tepat sasaran karena subsidi
yang ada sekarang ini justru diberikan kepada bahan bakar konvensional, bukan
diberikan kepada gas.
Menurut Mardani, jika pemerintah mampu
mengonversi BBM konvensional bensin dan solar menggunakan elpiji, maka tidak
kurang dari Rp 33 triliun dapat dihemat oleh pemerintah. "Itu jauh lebih
murah, bersih, dan sehat ketimbang kita tetap menyubsidi bahan bakar
konvensional."
Mardani menyayangkan ketiga isu di atas yang
merupakan persoalan mendasar BPH Migas ternyata belum mampu ditangkap secara
baik oleh peserta fit and proper test. "Saya belum melihat peserta mampu
melihat persoalan mendasar tersebut sebagai isu kritis yang harus segera
diselesaikan di BPH Migas," jelas politisi PKS ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar