Laporan Wartawan Tribunnews.com Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Sejak mencuatnya
kasus overquota subsidi BBM yang mencapai 1,5 juta Kiloliter atau setara dengan
Rp 3 trilyunan pada Desember lalu, hingga kini belum tampak pemerintah untuk
mengantisipasi kejadian yang sama di masa depan.
"Kejadian ini sebenarnya sudah berulang
kali terjadi, namun belum ada tindakan nyata pemerintah, baru sebatas
wacana,"ujar Anggota Komisi VII DPR, Mardani di gedung DPR, Jakarta,
Rabu(4/1/2012).
Mardani mengusulkan agar pemerintah serius dan
segera mengambil tindakan taktis untuk merealisasikan kebijakan konversi dari
BBM ke BBG. Kebijakan ini sendiri sudah sering didengung-dengungkan oleh
Pemerintah, namun belum pernah ada tindakan nyata yang dilakukan pemerintah.
Hal ini disampaikan Mardani menanggapi wacana
kebijakan konversi BBM ke BBG oleh Pemerintah yang kali ini disampaikan sendiri
oleh Dirjen Migas Evita Legowo di Palembang saat meresmikan pembagian 200
konventer kit BBG untuk transportasi umum 20 Desember 2011 yang lalu. Dirjen
Migas itu menegaskan 2012 kami akan mulai program konversi ini secara
besar-besaran, pertama di wilayah Jawa-Bali dulu. Kami harapkan setelah
Palembang, program ini bisa menular ke kota-kota lain.
Mardani pun menambahkan kebijakan konversi
semakin nyata saat Presiden SBY menyatakan tidak akan ada kenaikan BBM, yang
ada adalah pengusahaan penghematan dan pengefisienan pemakaian energi melalui
penggunaan teknologi, sebagaimana disampaikan Presiden SBY pada acara “ground
breaking” proyek Residue Fluid Catalytic Cracking (RFCC) PT Pertamina Refinery
Unit IV di Cilacap Jawa Tengah, Rabu 28 Desember 2011 yang lalu. Dan kebijakan
ini telah diaminkan oleh para Menteri bidang Ekonomi seperti Menko Ekuin Hatta
Rajasa, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri Industri dan tentu saja
Menteri ESDM sendiri, menunjukkan bahwa Pemerintah serius untuk melakukan
konversi BBM ke BBG.
"Kami akan mengamati dan mengawasi secara
ketat keseriusan Pemerintah dalam merealisasikan kebijakan konversi BBM ke BBG
ini. Kami juga mengusulkan agar kebijakan ini dituangkan dalam bentuk peraturan
yang jelas dan definitif, sehingga pihak yang berkaitan dengan implementasi
kebijakan ini dapat bekerja dengan optimal dan dengan landasan hukum yang
kuat."Tambah anggota DPR RI yang berasal dari Dapil Jabar VII (Bekasi,
Karawang dan Purwakarta) ini.
Konsistensi
kebijakan ini lanjut Mardani diperlukan dan itu harus dituangkan dalam bentuk
peraturan, apakah berbentuk Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah
lainnya.
"Kita punya pengalaman di masa lalu
dimana Pemerintah tidak serius dan konsisten dalam melaksanakan kebijakan
konversi ke BBG ini secara massif pada tahun 1986 yang lalu. Saat itu
Pemerintah melalui Pertamina telah membangun 14 stasiun pengisian BBG di
Jakarta untuk mensuplai 20 persen armada taksi yang ada saat itu, namun
disayangkan bukannya semakin berkembang justru jumlahnya semakin menurun hingga
kini hanya tersisa di bawah 10 SPBG", tegas Ketua DPP PKS Bidang Humas
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar