Rabu, 07 Desember 2011

Mardani: BPH Migas Jangan Pasif

Senayan - Peran dan fungsi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) harus disesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM ke seluruh Indonesia. Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR RI Mardani. 

Menurut Mardani, selama ini pemerintah dianggap tidak mampu dalam menjamin ketersediaan BBM di seluruh Indonesia, sehingga sering terjadi kelangkaan BBM yang mengakibatkan antrean masyarakat dan terhambatnya mobilitas perekonomian, khususnya di daerah luar Jawa.

Dalam isu ini, fungsi regulator body yang membuat aturan main dan supervisor body yang mengawasi dirasakan kurang dapat menjamin terlaksananya fungsi penyediaan BBM ke seluruh pelosok Indonesia. "Seharusnya BPH Migas jangan pasif tapi aktif dalam membuat terobosan, termasuk di antaranya mengusulkan agar energi mix atau kebijakan tidak melulu tergantung pada BBM tapi mengandalkan gas bumi," kata Mardani dalam rilisnya, Rabu (7/12). 

Mardani mengatakan hal itu terkait fit and proper test calon ketua dan anggota Komite BPH Migas yang berlangsung sejak 5 Desember 2011 hingga 8 Desember 2011 di Komisi VII DPR RI. 

"Komisi VII DPR RI akan memilih 9 dari 18 calon ketua dan anggota BPH Migas masa jabatan 2011-2015. Sejak Senin dan Selasa telah di-fit and proper test sebanyak 11 calon dan akan dilanjutkan pada Rabu ini," kata anggota DPR Dapil Jawa Barat VII Jabar ini.

Menurut Mardani, saat ini masih terdapat kesenjangan antara kemampuan kepemilikan tujuh unit kilang pengolahan minyak yang cuma menghasilkan 720 mbsd, sedangkan kebutuhan nasional 1.069 mbsd. "Jadi ada sekitar hampir 400-an mbsd yang harus diimpor dan pada saat yang sama pola transportasi yang digunakan mayoritas menggunakan kapal tanker, padahal mestinya pipa jaringan distribusi sudah harus dilakukan," ujar Mardani.

Dengan sistem transportasi menggunakan tanker ini kemungkinan hambatan terhadap kepastian kesediaan BBM di seluruh pelosok dapat bermasalah karena ombak laut 3 meter saja tanker tidak dapat merapat ke pelabuhan, sehingga timbul ketidakpastian. Padahal, mayoritas wilayah kita negara kepulauan.

Isu lain adalah mengenai keberanian anggota BPH Migas untuk segera mencabut subsidi yang tidak tepat sasaran karena subsidi yang ada sekarang ini justru diberikan kepada bahan bakar konvensional, bukan diberikan kepada gas. 

Menurut Mardani, jika pemerintah mampu mengonversi BBM konvensional bensin dan solar menggunakan elpiji, maka tidak kurang dari Rp 33 triliun dapat dihemat oleh pemerintah. "Itu jauh lebih murah, bersih, dan sehat ketimbang kita tetap menyubsidi bahan bakar konvensional."

Mardani menyayangkan ketiga isu di atas yang merupakan persoalan mendasar BPH Migas ternyata belum mampu ditangkap secara baik oleh peserta fit and proper test. "Saya belum melihat peserta mampu melihat persoalan mendasar tersebut sebagai isu kritis yang harus segera diselesaikan di BPH Migas," jelas politisi PKS ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar