Kamis, 05 Januari 2012

DPR Desak Konversi BBM ke BBG

Kamis, 05 Januari 2012 pukul 11:01:00

JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR dari FPKS Mardani menyarankan pemerintah segera mengambil tindakan taktis merealisasikan kebijakan konversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). "Kami akan mengamati dan mengawasi secara ketat keseriusan pemerintah dalam merealisasikan kebijakan konversi BBM ke BBG ini," ujarnya di Jakarta, Rabu (4/1).


DPR, kata dia, mengusulkan agar kebijakan ini nantinya dituangkan dalam bentuk peraturan yang jelas dan definitif, sehingga pihak yang berkaitan dengan implementasi kebijakan dapat bekerja dengan optimal dan dengan landasan hukum yang kuat.

Menurut Mardani, kebijakan konversi ini sudah sering didengung-dengungkan pemerintah, namun ironisnya belum pernah ada tindakan nyata yang dilakukan. Sejak mencuatnya kelebihan kuota BBM bersubsidi sekitar 1,5 juta kiloliter (kl) atau setara Rp 3 triliun pada Desember 2011, hingga kini pemerintah dinilai belum mengantisipasi hal sama di masa depan.
Sehingga, kebijakan konversi semakin nyata karena pemerintah tidak akan menaikkan BBM. Mardani khawatir pemerintah akan mengalami situasi sama di masa lalu, di mana pemerintah tidak serius dan konsisten melaksanakan kebijakan konversi BBM ke BBG secara massif pada 1986.

Saat itu, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah membangun 14 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di Jakarta untuk menyuplai 20 persen armada taksi dengan bahan bakar gas. "Ironisnya, bukannya (SPBG) semakin berkembang, justru semakin menurun hingga kini hanya tersisa di bawah 10 unit," katanya. Agar tak terulang lagi, Mardani meminta pemerintah melakukan sosialisasi untuk penggunaan BBG, serta menyiapkan infrastrukturnya.

Sementara itu, pengendara kendaraan pribadi di Bandar Lampung tetap enggan menggunakan Pertamax dan masih memilih memakai Premium dan solar, karena harga Pertamax yang jauh lebih mahal dibandingkan BBM bersubsidi. Pantauan di sejumlah SPBU di Bandar Lampung, Rabu (4/1), pengguna Premium bukan hanya mobil bermesin kecil, tetapi juga bermesin 2.000 cc ke atas.

Mobil-mobil baru bermesin besar juga antre di SPBU jenis Premium, meski di depan SPBU terdapat tulisan 'Premium untuk orang tidak mampu'. Mobil bermesin besar itu juga kerap mencampur Premium dan Pertamax. Misalnya, Premium dibeli Rp 150 ribu dan Pertamax Rp 50 ribu.  antara ed: zaky al hamzah

http://koran.republika.co.id/koran/0/151477/DPR_Desak_Konversi_BBM_ke_BBG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar